Sadarlah, wahai abang…
Kini kau berjalan jauh meninggalkan janji-janji yang dulu kau ucapkan dengan penuh keyakinan, janji yang pernah menjadi akar kuat dalam cinta kita.
Rasa yang dulu kita rajut bersama kini terasa rapuh, seolah ditiup angin dingin yang tak pernah berhenti.
Duhai suamiku tercinta, aku tahu ujian yang kita hadapi bukanlah hal yang ringan.
Berat dan berliku.
Namun, janganlah kau tambah penderitaan ini dengan memilih jalur yang salah—jalan yang justru menusuk hati dan membuat luka semakin dalam.
Mungkin di matamu aku terlihat diam, pasrah menerima apa yang kau pilih dan bagaimana kau jalani semuanya.
Tapi jangan salah, dalam diam itu ada ribuan kata yang tak terucap, ada tangis yang kau tak pernah tahu.
Hatiku berontak dalam sepi, rindu akan dirimu yang dulu, yang masih peduli dan berjuang bersama.
Ketahuilah, bila sampai batas waktu yang telah kugenggam erat di antara harapan dan kesedihan, tak ada jejak perubahan yang kau tunjukkan, aku tak punya pilihan selain melepaskanmu pergi.
Ini bukan karena cinta ini telah habis, atau rasa telah padam.
Tidak.
Hatiku masih berdegup untukmu, masih menyimpan kisah kita yang indah.
Namun, aku lelah, benar-benar lelah. Lelah menanggung semuanya sendirian, berusaha menambal retakan-retakan yang terus melebar tanpa kau sentuh sedikit pun.
Kau masih ada di sisiku, jasadmu nyata dan tak tergantikan.
Tapi, hati dan jiwamu entah berkelana ke mana, hilang di antara gelapnya dunia yang kita hadapi.
Aku tak tahu apakah kau masih mengenali diriku, mengenali cinta yang dulu kita janjikan.
Aku hanyalah manusia biasa dengan segala batas kesabaran dan kelemahanku.
Aku punya waktu, punya hati yang sudah hampir terkoyak oleh luka ini.
Aku butuh kau hadir bukan hanya dalam wujud, tapi dalam jiwa dan kasih yang dulu pernah kau berikan.
Jika cinta ini masih ingin bertahan, jika kau masih ingin berjuang bersama, tunjukkanlah.
Jangan biarkan aku sendirian dalam pertarungan yang melelahkan ini.
Jangan biarkan aku merasa terasing dalam pernikahan yang dulu penuh harapan.
Namun, jika kau sudah memilih untuk pergi, jika kau tak lagi mampu berjuang untuk kita, maka biarkan aku pergi dengan tenang.
Aku ingin menjaga kenangan indah kita, bukan menenggelamkan diri dalam derita tanpa ujung.
Mari kita lihat bagaimana cerita ini berakhir.
Apakah kita mampu menemukan jalan keluar, atau harus rela melepaskan segalanya demi kedamaian hati.
Aku hanya ingin bahagia, dan aku ingin kau bahagia juga — walau mungkin bukan bersama-sama lagi.
Namun, sebelum semuanya berakhir, sadarlah, wahai abang, ingatlah semua janji dan impian yang pernah kita rajut bersama.
Ingatlah aku yang masih berharap dan menunggu di sini, dengan segala cinta yang belum pernah pudar.
No comments:
Post a Comment